Pelajaran Menarik Dihari Minggu Yang Menyebalkan


Nampaknya langit terlihat mendung, sebentar lagi akan turun hujan, aku terdiam di balik jendela kaca rumahku. sedih, padahal ini hari minggu, hari yang biasanya aku habiskan untuk bermainmain bersama temanteman, entah bermain apa sajalah. sebab karena mendung, aku tidak diperbolehkan keluar rumah oleh ibuku. 

"ah, hari yang selalu kuistimewakan 
tidak bisa kunikmati. Harus menunggu berhari-hari lagi , untuk mendapatkan hari minggu lagi" aku bergumam.

Lalu Mataku tertuju kepada langit mendung itu, seolah sedang meledekku dengan bangga, lalu berkata, " hari minggu ini adalah hari kutukan untukmu". Aku terkaget, lalu betanya-tanya pada diriku sendiri, apakah benar langit mendung itu bisa bicara? Ahh tidak, tidak mungkin, mana ada langit bisa bicara.

Jarum jam menunjukan pukul 8 pagi, angin berhembus tak sebegitu kencang namun mampu mengibas rambutku, yang kata orang-orang seperti rambut jagung, aku masih terdiam dibalik jendela rumahku; duduk dikursi kecil, kursi yang dibuatkan ayah khusus untukku.
Dengan tangan bersila, daguku berpangku, aku masih bertanya-tanya tentang mendung sialan itu. Kenapa kau datang pada hari ini mendung? Kenapa bukan hari senin, selasa atau hari selain minggu? Aku ingin bermain.

Dan akhirnya hujan turun, hentakan awalan hujan terdengar diatap rumahku. semakin tak karuan saja Kegelisahanku ini, aku benci sekali dengan hari minggu ini.

'Nak kemarilah sahut ibuku diruang tamu',

aku masih terdiam saja dengan tangan bersila memangku dagu didepan jendela. Aku tak menghiraukan panggilan ibu, aku tetap berdiam. Tiba-tiba ibu mendatangiku lalu bercerita tentang mendung hari minggu ini.

Aku masih saja berpura untuk tidak mendengarkan cerita ibu, namun ibu tetap bercerita dengan menirukan gayaku; tangan bersila memangku dagu dimuka jendela.

"Lihatlah nak burung yang kedinginan diranting pohon itu, dia merasakan dingin"
" tak punya rumah untuk berteduh dari air hujan"
"Untung kamu masih punya rumah, coba kalo kamu seperti burung itu, pasti kamu akan kedinginan juga"

Diam-diam aku menyimak sebagian cerita ibu tentang burung yang kedinginan di ranting pohon itu,

"kan memang burung gak punya rumah buk?, hidupnya memang di alam bebas".

'Ibuku membalas', Kalo kamu lihat burung yang dipelihara, seperti burung kutilangnya pak RT, burung itu disangkar, dikasih makan setiap hari, kalo hujan juga dimasukin kerumah, enakan mana coba? Aku berfikir kembali tentang burung yang disangkar; dipelihara, diberimakan dan tak pernah kehujanan.

Kutilang pak RT memang disangkar, dikasih makan, rirawat dan dipelihara dengan baik. Namun apakah ia merasakan kebahagian di dalam sangkar itu, apakah tidak ingin terbang bebas seperti burungburung lain, namun kalo dia tidak dirawat dan dibiarkan terbang bebas, dia tidur dimana kalo hujan? Apakah dia juga merasakan panas kalo hari lagi terasa panas? Begitu pula ketika hujan yang dingin

Aku membandingkan kedua burung itu yang dicotohkan ibu,

Enakan mananya itu terserah kamu, kamu yang memilih, ibu mau melanjutkan baca buku dulu, sahut ibuku. Sedang aku masih berfikirfikir tentang burung-burung itu.

Sembari meninggalkanku ibu berkata; setiap peristiwa yang kita temui adalah bacaan, yang seharusnya kita baca dan kita kaji.

semarang, 2012